Bawömataluo, “Negeri Sejuta Nama dan Makna”
Bawömataluo
adalah nama yang tidak asing lagi bagi kita yang menekuni bidang arsitektur,
bidang seni dan budaya serta bidang pariwisata. Di bidang ilmu pengetahuan
Bawömataluo sering dijadikan sebagai objek penelitan dan di bidang pariwisata
Bawömataluo menjadi salah satu tempat wisata yang sangat terkenal di Pulau
Nias. Berkat lompat batu yang selalu dipertunjukkan di Bawömataluo, Nias
terkenal dengan ikon hombo batu (lompat
batu).
Hombo Batu di Bawömtaluo, 16 Oktober 2014 Fotografer : Marselino Fau
Sebelum
Indonesia merdeka Bawömataluo yang terletak di Selatan Pulau Nias merupakan
satu negeri yang predikatnya disebut banua. Setelah Indonesia merdeka banua dan öri yang ada di
Pulau Nias dikelompokkan sebagai daerah administratif di bawah Kecamatan yang disebut desa. Status administrasi
ini dituangkan melalui Surat Keputusan
Gubernur Nomor : 222/V/GSU pada tanggal 26 Juli 1965 dimana Öri dan Banua berubah menjadi Desa. Sebutan desa bukalah
istilah yang lahir dari rahim bumi Nias sebagaimana lazimnya disepakati dalam
Fondrakö atau Famatö Harimao tetapi adalah sebuah konsep yang diimport dari
luar Pulau Nias dan dengan label baru itu mereka ‘terpaksa’ merubah pranata
sosial dan budayanya.
Konsep banua adalah konsep kosmos yang melingkupi langit dan bumi sedangkan konsep desa adalah hanya sebatas urusan administrasi pemerintahan. Banua tidak dapat disepadankan dengan desa. Alasan utama menggunakan banua karena sejatinya pemahaman orang Nias tentang banua melampaui pengertian desa. Perubahan sebutan ini merupakan penegasian otonomi banua yang berdaulat penuh dan tidak di bawah kontrol siapapun kemudian menjadi daerah administrasi di bawah kendali Kecamatan. Predikat desa sebagai daerah administrasi secara tidak disadari telah mereduksi marwah banua yang ada di Pulau Nias, demikian juga halnya dengan Bawömataluo. Pada syair hoho (folklor) di bawah ini tersirat marwah banua Bawömataluo sbb :
Simae laeni… simae laeni’i nafao bagaikan
laeni’i kalau berkelahi, laeni’i
Simae belu… simae belu namanibo bagaikan
belu kalau menyerang
Sisökhi na… sisökhi na tumataro berwibawa bagai duduk di singgasana
Banuada
Ba… banuada Bawömataluo itulah negeri
kita Bawömataluo
Di bawah ini ada dua foto Bawömataluo sebagai ilustrasi untuk menggambarkan syair hoho tersebut di atas.
Ketika
Kapten Kruisher meminta Saönigeho menyerahkan kekuasaan kepada Belanda setelah perang
Hiligeho 1908,
melihat prajurit Bawömataluo ini ia ketakutan
dan melarikan diri.
Dikutip dari Facebook J. Feldman. Fotografer
: Kruisheer
Si’ulu
Sitalini dan Ndröuzatarö sedang duduk di depan omo Tuha Famaedodanö bersama
para prajurit dan anak-anak.
Sumber
Foto : Tropenmuseum, tahun 1918
Perbedaan sebutan banua dan desa untuk Bawömataluo bukan sekedar perbedaan penggunaan terminologi semata tetapi terjadi pergeseran makna hakiki. Dalam sebutan Desa, Bawömataluo tidak memiliki jiwa, ia kehilangan rohnya sedangkan dalam sebutan Banua, Bawömataluo menemukan jiwanya sehingga ia menjadi hidup dan dapat diinterpretasi dalam sejuta makna. Dari penuturan yang saya dengar dari Ama Fima dan Ama Tia (cucu Saönigeho) mereka menjelaskan bahwa banua bukan sekedar batasan teritorial semata seperti yang dinyatakan dalam desa tetapi termasuk langit yang paling tinggi yaitu langit ke sembilan yang diyakini sebagai tempat para leluhur berada.
Mengutip J. Feldman mengatakan bahwa “Throughout South Nias the word banua means
both village and heaven”. Oleh karena itu, untuk menemukan makna yang lebih
kaya saya menggunakan sebutan banua Bawömataluo. Karena pada kata banua ada dua unsur yang penting yaitu
bumi dan langit dan kedua elemen ini tidak kita temukan dalam penamaan desa Bawömataluo. Sehingga ketika menemukan Bawömataluo disebut banua berarti kita berbicara tentang
satu objek yang hidup.
Selain itu
Bawömataluo sendiri memiliki banyak nama yakni Hili Oromaluo atau Hili
Soromaluo, Hili Fanayama, Banua Siöfa Ndrölö, dan Hili Famaedodanö yang masing-masing
nama menceritakan tentang dirinya. Pada beberapa catatan Belanda yang ditulis
sebelum Indonesia merdeka kita akan menemukan Bawömataluo juga disebut Orahili Lama.
Arti
Nama Bawömataluo
Kata Bawõmataluo terdiri dari dua kata yakni bawö artinya bukit dan mataluo artinya matahari. Jadi Bawömataluo dapat diartikan ‘bukit matahari’.
Sebelum dinamakan Bawömataluo, sesungguhnya pada awal berdirinya disebut “Hili Oromaluo atau Hili Soromaluo”. Hili artinya bukit oromaluo artinya terlihat matahari sehingga Hili Oromaluo atau Hili Soromaluo dapat diartikan bukit terlihat matahari. Latar belakang penggunaan nama ini yaitu ketika lahan banua ini mulai dibersihkan, lahan ini dipenuhi pohon-pohon yang tinggi dan lebat sehingga menutupi sinar matahari tembus ke tanah. Ketika pohon telah ditebang maka sinar mataharinya mulai terlihat sehingga peristiwa matahari yang terlihat itu terkesan dan membekas dalam hati mereka lalu peristiwa itu mereka abadikan menjadi nama banua yaitu Hili Oromaluo atau Hili Soromaluo.
Selain Hili Oromaluo atau Hili Soromaluo pada awal berdirinya, Bawömataluo lebih dikenal dengan nama Hili Fanayama. Nama ini terkenal pada masa raja Laowõsindruhu yang sering disebut Laowö. Nama Hili Fanayama bukan sekedar identitas tetapi sebuah nama yang sangat berkesan yang mendasari kehidupan masyarakatnya dan menjangkau masa depan. Pada nama ini tersirat makna filosofi dan makna visioner.
Makna filosofinya ada pada kata fanayama. Kata dasar fanayama adalah “aya” yang artinya kalung, anting atau mainan. Para wanita yang mengenakan kalung (aya) membuat mereka terlihat lebih cantik dan dengan mainan (aya) juga anak-anak bisa bermain dengan senang. Dari kata aya dapat dibentuk satu kata yaitu “manaya” yang berarti berjalan, bersantai. Akhir ‘ma’ pada kata fanayama menunjukkan kami (jamak). Jadi kata fanayama mengandung arti tempat kami bersantai, tempat anak-anak kami bermain atau tempat para wanita mempercantik dirinya.
Hili Fanayama sebagai tempat yang menyenangkan berpengaruh pada interaksi sosial warganya. Misalkan saja saat di waktu malam setelah menjalankan rutinitas tempat ini menjadi taman hiburan bagi warganya untuk melepaskan lelah. Warga duduk di halaman rumah sambil menikmati indahnya cahaya bintang dan bulan serta lampu para nelayan di malam hari. Anak-anak kecil bermain di pekarangan pada siang dan malam hari. Kaum remaja berlatih fahombo (melompat batu) pada sore hari. Kita bisa melihat bagaimana para wanita berjalan melewati "iri newali" (jalan di tengah halaman yang luas) dan semua mata akan melihat kepadanya. Tentu untuk yang satu ini para wanita akan selalu tampil terlihat cantik.
Makna lain yang tersirat dari kata Fanayama adalah makna visioner/ ramalan. Si pemberi nama meramalkan kelak tempat ini menjadi tempat bersantai, tempat yang dikunjungi. Tempat untuk manaya (berwisata). Ramalan ini telah tergenapi sampai sekarang, Bawömataluo menjadi tempat wisata domestik dan mancanegara. Ribuan bahkan jutaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara telah menginjakan kakinya di Hili Fanayama (Bawömataluo).
Kata dasar Fanayama adalah ‘aya’ dari kata dasarnya berkembang kata ‘taya’ artinya topang atau sangga. Kata taya dalam kata fanayama menjadi naya sehingga jika diartikan fanayama berarti kami menyangga, kami menopang. Sebagai tempat wisata, Bawömataluo diramalkan memberi andil untuk menyangga Pulau Nias dan Indonesia. Jadi Hili Fanayama adalah daerah penyangga, menyumbang, memberi andil bagi devisa negara. Peran Hili Fanayama sebagai salah satu tonggak penyangga devisa negara bisa dilihat sejak tahun 1972 Kapal Pesiar Prinssendam, Rotterdam, Arkona, Ellisabet dan beberapa Kapal Pesiar lainnya secara rutin datang berkunjung ke Bawömataluo (Hili Fanyama). Selama 10 tahun ada dua minggu sekali Bawömataluo (Hili Fanayama) dikunjungi. Empat tahun kemudian seminggu sekali mereka berkunjung dan sampai sekarang Bawömataluo memberikan kontribusi bagi devisa negara yang diperoleh dari kunjungan wisatawan mancanegara.
Makna terakhir dari Fanayama adalah sebagai saringan. Fanaya artinya ‘saringan’. Bila ditambahkan dengan akhiran ma maka Fanayama berarti ‘saringan kami’ atau “hasil karya yang telah kami saring”. Perpindahan dari Gomo Börönadu ke Lahusa kemudian pindah lagi ke Orahili dan kemudian setelah Orahili dibakar oleh Belanda pada tahun 1863 akhirnya mereka pindah ke Barujö Sifaedo dan kemudian ke Hili Fanayama. Para leluhur Hili Fanayama telah menciptakan satu mahakarya yakni Bawömataluo. Kita bisa melihat perbedaannya pada budaya megalitik di Gomo Börönadu dan di Bawõmataluo atau Hili Fanayama. Mereka ini adalah manusia unggul dimana dalam keterpurukkan karena tertindas haknya oleh Belanda dan dalam keputusasaan untuk menemukan tempat pemukiman baru mereka mampu bangkit dan menciptakan sebuah karya adiluhung yang memiliki filosofi yang sangat kuat.
Di
Bawõmataluo atau Hili Fanayama budaya megalitiknya mencapai kesempurnaan (makin
halus). Ukiran-ukirannya makin sempurna dan makin halus, tata letak dan deretan
rumah tradisionalnya makin indah dan mempesona demikian juga budayanya. Joachim
Freiherr von Brenner mengatakan bahwa arti Hilli Fanayama adalah gunung persatuan yang
penuh sukacita.
Hili Famaedodanö dan Banua Siöfa
Ndrölö
Setelah Hili Oromaluo atau Hili Soromaluo dan Hili Fanayama ada satu nama yang sangat menarik untuk dijabarkan adalah Hili Famaedodanö. Famaedodanö berasal dari nama besar raja Laowösindruhu yaitu Tuha Famaedodanö. Famaedodanö artinya kiblat atau percontohan. Dengan pemberian nama ini ada dua makna yang terkandung di dalamnya, yang pertama adalah oleh para leluhur menghendaki Bawömataluo kelak menjadi parameter, standar nilai dan ukuran bagi banua-banua lain di sekitarnya.
Makna kedua Hili Famaedodanö adalah mau menunjukkan bahwa Hili Famaedodanö merupakan negerinya Tuha Famaedodanö dalam arti miliknya Tuha Famaedodanö. Mengapa menjadi miliknya karena ketika ia mulai membangun pemukiman ini sebagai raja ia mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menyatukan semua warganya yang tercerai-berai saat itu. Seperti yang dikatakan oleh Joachim Freiherr von Brenner, bahwa raja Laowö : der als absoluter Monarch herrscht (memerintah sebagai raja yang absolut). Sama halnya dengan beberapa banua yang menggunakan nama banuanya dengan nama rajanya seperti Hili Zamofo, Hili Zoaya, Hili Farökha dsb. Nama-nama di belakang kata Hili adalah nama rajanya (balö ziulu).
Nama lain untuk sebutan Bawömataluo adalah Banua Siöfa Ndrölö artinya negeri empat penjuru. Lazimnya setiap banua hanya menggunakan dua arah yaitu Raya (Selatan) dan Löu (Utara). Tetapi karena Bawömataluo memiliki empat lorong pemukiman maka ia dinamakan Banua Siöfa Ndrölö. Ini salah satu keunikan Bawömataluo yang membedakannya dengan banua-banua yang ada di sekitarnya walaupun sesungguhnya sebutan ndrölö (lorong) di Bawömataluo lebih dari empat yaitu Ndrölö Ba Hösi, Ndrölö Ba Hele, Ndrölö mBagoa atau Ndrölö Selunu (lorong buntu), Ndrölö Halamba’a dan Ndrölö Ana’a. Tetapi karena bentuknya menyilang dianggap empat penjuru dan kata empat (öfa) ini yang memberikan makna karena kata siöfa adalah konsep kosmos yaitu empat penjuru bumi (öfa fatalina danö).
Bawömataluo dimana terlihat empat lorong utama, Digital Globel 2012
Empat penjuru dalam pemikiran orang Nias adalah tempat sumber segala energi atau kekuatan dan oleh leluhur Bawömataluo konsep ini digunakan untuk banua Bawömataluo dengan pemikiran yang sederhana agar energi itu selalu menyatu dengan banua Bawömataluo. Demikian halnya ketika mendirikan banua, diadakan musyawarah orahua ba ziofa handrauli (empat tonggak) yaitu si’ulu-si’ulu, si’ila-si’ila si 12, si’ila-si’ila si 30 dan fotuwusö-fotuwusö ba iraono mbanua.
Untuk bisa memahami makna Banua Siöfa Ndrölö, dalam peribahasa di bawah ini Banua Siöfa Ndrölö digunakan untuk memberi makna sebagai satu kepastian yang tak tergoyahkan, misalnya sbb :
Lasara sidöfa bawa,
He oi ya'ugö mae siförö ba idanö,
Baewali zi öfa ndrölö
Maknanya keputusan yang dibuat oleh raja (rumah yang ada lasara sidöfa bawa) tidak akan menimbulkan riak bagaikan air yang tenang di pekarang negeri empat penjuru.
Si so ya'oto gumaö'e,
Si lö ya'o böi fali'ö,
Banuada si öfa ndrölö.
Maknanya jangan rubah apa yang sudah kita putuskan wahai warga negeri empat penjuru.
Dalam beberapa catatan Belanda dan yang dicatat oleh Joachim Freiherr von Brenner yang ditulis sebelum Indonesia merdeka kita dapat menemukan Bawömataluo disebut juga Orahili Lama. Sebutan ini mengingatkan kita tentang satu negeri yang begitu kuat dan percaya diri menaklukan Belanda seperti Aceh, Bali dan beberapa daerah lainnya di Indonesia yang sulit ditaklukan oleh Belanda. Sebutan Orahili Lama mengingatkan kita pada kisah heroik para pejuang Orahili melawan Belanda walau hanya menggunakan bambu runcing.
Alasan
Pemilihan nama Bawömataluo
Dari sekian banyak nama yang digunakan
ada satu nama yang dipilih sebagai nama keabadian yang tidak berubah dari dulu
hingga sekarang yaitu nama Bawömataluo. Satu catatan yang menyebutkan
pergantian nama Hili Fanayama menjadi Bawömataluo dicatat oleh Joachim Freiherr von Brenner dalam
buku Reise Durch die Unabhängigen Battak-Lande und auf der Insel Nias saat melakukan
perjalanan ke Hilli Fanayama pada 5 Juni 1887. Ketika ia sampai ke Hili
Fanayama dia disambut oleh raja Laowö (Die
nächsten zwei Tage hielt der Laowo seinen Leute versammelt).
Pada hari yang sama 5 Juni 1887 Hili Fanajama yang
berarti gunung persatuan yang penuh sukacita menjadi kenangan abadi berubah nama menjadi Bawömataluo dan para utusan dikirim
untuk mengumumkan apa yang terjadi di negeri itu.
Foto asli ini
diberi keterangan König von Orahili (Raja Orahili).
Sesungguhnya yang dimaksud adalah Laowösidruhu Raja
Orahili yang mendirikan Hili Fanayama atau Bawömataluo.
Fotografer : Joachim Freiherr von Brenner
Mungkin kita bertanya mengapa nama Hili Fanayama dirubah menjadi Bawömataluo? Bukankah nama Hili Fanayama sudah sangat bagus dan filosofinya sangat bermakna.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tentang terminologi banua, di dalamnya mengandung dua elemen yaitu langit dan banua. Leluhur Bawömataluo yang berorientasi pada alam semesta, selalu menggunakan elemen kosmos untuk menamakan suatu tempat. Demikian juga ketika mereka menamakan negeri (banua) yang mereka diami, mereka menggunakan kedua unsur itu yaitu langit dan bumi. Pada nama Hili Fanayama hanya mengandung satu unsur yaitu bumi sedangkan pada nama Bawömataluo baik unsur bumi maupun unsur langit terdapat di dalamnya yaitu bawö (bukit) dan mataluo (matahari).
Alasan kedua pemberian nama Bawömataluo karena letaknya di perbukitan dan matahari dari terbit hingga terbenam selalu terlihat di seantero negeri ini, matahari menjadi fokus.
Demikian Bawömataluo “Negeri Sejuta Nama dan Makna” dapat dimaknai dalam konteks banua.
Marselino Fau
Daftar Pustaka :
1. Brenner-Felsach, J.F. von 1890 “Reise Durch die Unabhängigen Battak-Lande
und auf der Insel Nias,” Mittheilungen der
Kaiserlichen und Königlichen
Geographischen Gesellschaft in Wien.
2. Feldman, Jerome
Allen, 1977, The Architecture
of Nias, Indonesia With Special Reference To Bawömataluo Village, Submitted in partial fulfilment of the requirements for the degree of
Doctor of Philosophy in the Faculty of Philosophy Columbia University.
3. Hämmerle,
Johannes M, 1986, Famatö Harimao, Abidin Medan.
Banua Bawomataluo sebagai banua Famaedodano semakin jelas eksistensinya pada jaman sekarang, karena terbukti sampai sekarang Bawomataluo menjadi ikon tunggal di Bumi Nias selatan khususnya dan Nias keseluruhan pada umum nya..
BalasHapusBerpindah nya seorang Laowozindruhu mulai dari Boronadu sampai dengan dibentuknya hilifanayama, membentuk karakteristik kepemimpinan yg sangat kharismatik. Dimana negeri yg Dia tapaki memberikan nuansa epik sehingga bisa menyatukan ORI VFABANUASA.
Saohagolo saya haturkan kepada penulis atas atensi nya membagikan pengetahuan sejarah perjalanan nenek moyang terdahulu kepada kami generasi millenial agar sllu terpatri dalam jiwa kami tentang kebudayan leluhur.
Saohagolo..��
Terima kasih sudah membaca artikel ini. Semoga bermanfaat dan senantiasa ikut serta melestarikannya peninggalan leluhur ini. Ya'ahowu.
HapusTerima kasih atas supportnya. Saohagõlõ.
BalasHapus